Dicari : Seorang Pemimpin Masa Depan
Entah apa yang terjadi dalam hidup saya 3 hari ini. Rasa syukur yang sangat mendalam, sebuah perasaan beruntung, 3 hari terakhir saya disodori dengan tontonan yang menarik, bacaan yang menggugah, dan dipertemukan dengan orang-orang yang luar biasa dan berkesempatan berdiskusi dengan mereka. Sebenarnya tidak cuma 3 hari terakhir. Namun, 3 hari terakhir entah kenapa topiknya mengarah pada tema yang nyaris memberikan sudut yang sama : pemimpin masa depan Indonesia. Sungguh, saya sangat beruntung, sekaligus pusing. Tapi *mengutip bahasanya sahabat saya nanang* pusing yang positif.
3 hari yang lalu, saya membaca salah satu blog favorit saya, Mas Imam Brotoseno, yang banyak mengupas tentang 2 pemimpin besar yang pernah dimiliki oleh republik ini, Bung Karno dan Pak Harto. terlepas tema yang diangkat disana, terlepas subyektifitas dan obyektifitas beliau, beberapa tulisan beliau banyak membahas tentang ini. Sayapun lalu jadi menelusuri bahasan sejenis di beberapa sumber, sampai saya juga akhirnya mendownload softcopy buku Pak Habibie, tentang detik-detik menjelang dan masa beliau menjadi Presiden ke 3 di negara ini.
2 hari yang lalu, saya harus ke Bandung untuk suatu urusan. Sambil menunggu keberangkatan, saya membaca Majalah Swa. Tema kali ini adalah tentang CEO, pada businessman papan atas Indonesia. Tulisan ini mengupas sisi lain kehidupan beberapa CEO seperti Rusdi Kirana, CEO Lion Air, Emirsyah Satar, CEO Garuda, Hermawan Kertajaya, CEO MarkPlus, Agus martowardojo, CEO Bank Mandiri dan beberapa tokoh lainnya. Tentang pengorbanan mereka, posisi keluarga bagi mereka, pilihan sulit yang harus mereka ambil. Sebuah potret real tentang kehidupan pribadi pemimpin Perusahaan. Well, read that article make me think, that theres no reason for me to feel i have been do the best. Nop. Saya jadi malu jika ingat bahwa segala upaya yang tengah saya lakukan dalam hidup saya masih belum apa-apa.
Beberapa artikel juga membahas 11 pemimpin level 5, sebuah definisi yang ditulis oleh Jim Collin, sang begawan management dalam bukunya Good to Great, tentang para eksekutif puncak kelas kakap seperti Colman Mockler, CEO Gillete, George Weissman, CEO Philip Morris, atau George Cain, CEO Abbott Laboratories. Mengagetkan buat saya, bahwa CEO of this Century, “The Neutron” Jack Welch, sang CEO General Electric (GE) yang buku dan konsep management nya menginspirasi dan dijadikan acuan oleh banyak tokoh bisnis dunia, tidak berada dalam 11 pemimpin level 5 ini. Yeah, they are not talk about Good CEO, but Great CEO. Colman Mockler, George Weissman, atau George Cain benar-benar the great CEO, benar-benar orang yang from nothing be something, pemimpin yang benar-benar mampu membalik keadaan namun sangat bersahaja bahkan dimasa puncak kejayaannya, dan mampu membalancing kehidupan profesionalnya dengan kehidupan pribadi dan keluarganya. Well, be the great was not an easy things. Dalam bahasa yang serupa namun tak sama, Peter Drucker, sang peletak dasar scientific management menjelaskan perbedaan CEO bagus dan CEO hebat.
Sorenya, setelah melalui meeting yang terus terang tidak menarik buat saya, saya dipertemukan dengan seorang da’i muda asal garut, pemimpin salah satu pesantren disana, keturunan salah seorang tokoh penyebar agama Islam terkemuka sekian abad lalu. Ketika mengakhiri sebuah meeting, duduk diberanda, berkenalan, berbasa basi, tiba-tiba saya terbawa dalam diskusi “ngalur ngidul” yang luar biasa. Berawal dari pertanyaan bodoh saya tentang nama sebuah kelompok atau aliran yang istilahnya tidak saya mengerti, mengalir begitu saja menjadi sebuah diskusi (lebih tepat sebenarnya beliau berbagi ilmu kepada saya) aliran-aliran tasawuf dan tarekat yang berkembang di Indonesia, sejarah perkembangan Islam di Indonesia, kelompok-kelompok besar, pesantren-pesantren, sejarah Kerajaan jaman Prabu Siliwangi, kerajaan demak, kecirebonan, sampai cerita bahwa saat ini ada lebih dari 430 ribu muallaf dari berbagai negara di Bali. Sungguh mencengangkan.
Sebagai orang awam, saya juga mempertanyakan kenapa begitu banyak aliran keislaman di Indonesia, apa yang membedakan, kenapa lalu ada aliran yang katanya (saya tidak berani menjudge karena toh saya tidak mengerti) sesat, dan sebagainya. Sampai kepada sebuah realita bahwa ummat Islam di Indonesia belum memiliki seorang Mufti (istilah ini juga baru saya ketahui waktu itu), seorang pemimpin yang benar-benar mampu menjadi pemersatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar